Tags

, ,

Title                 : 07.00

Author            : Mrs. Heo

Cast                   : Heo Eun Soo [OC] | Kim Seokjin ‘Jin’ [BTS] | Park Chanyeol [EXO K]

Support cast  : Han Mina, Do Kyung Soo, Suga, Oh Sehun & Song Hyejin

Genre               : Horror, Urban Legend, School Life

Length             : oneshoot

It’s a failed horror, but I’m trying, kkk

Untitled-3-Recovered

Karena tidak bisa menjaga keseimbangan akibat dorongan seseorang di belakangku, aku hampir saja menjatuhkan senampan penuh makanan ke seragam Chanyeol. Ia tersentak karena sentuhan yang tiba-tiba dan refleks melompat ketika tanpa sengaja lengannya bersentuhan denganku. Reaksinya membuatku tersinggung, seolah aku adalah wabah penyakit, tapi tidak membuatku mengurungkan niat untuk meminta maaf padanya.

“Maaf, aku tidak sengaja—“ Kata-kataku menggantung saat melihatnya menatapku panik. Aku mengisyaratkan agar ia menjelaskan apa yang terjadi tapi ia malah terlihat tidak fokus. “Aku benar-benar tidak sengaja—“ Belum lagi aku sempat menyelesaikan kalimatku ia sudah menghilang di balik kerumunan dengan tatapan panik dan meninggalkanku dalam keadaan tidak senang. Ayolah, itu hanya masalah kecil. Di kantin yang selalu penuh sesak di jam istirahat seperti ini sudah hal yang biasa terjadi tabrak-menabrak seperti tadi. Tidak perlu bereaksi berlebihan seperti itu.

“Tidak usah dipedulikan.” Suara Mina menyadarkanku bahwa aku tidak seorang diri. “Dia memang anak yang aneh, satu sekolah mengetahuinya.” Sambungnya sambil mencari meja yang masih kosong.

Aku hanya mengekor di belakang sambil sesekali berusaha menemukan keberadaan Chanyeol. Ya, satu sekolah menjulukinya seperti itu. Anak aneh. Aku hanya tersinggung dengan reaksi berlebihannya tadi, seolah tersentuh olehku adalah hal yang paling menjijikkan.

“Dari cerita yang beredar ia memiliki semacam kekuatan supranatural yang membuatnya bisa berkomunikasi dengan orang mati.”

“Maksudmu hantu?” Tanyaku penasaran.

“Ya, semacam itulah.” Mina berbelok ketika melihat meja kosong di sudut kantin. Sebenarnya tidak kosong, sudah ada beberapa teman sekelasku yang duduk di sana. Aku mempercepat langkah agar tidak ketinggalan dengan langkah lebar-lebar Mina.

“Semacam cenayang?”

“Tidak bisa dibilang begitu juga sih. Tapi gosip yang beredar seperti itu. Katanya tatapannya sering tidak fokus karena tiba-tiba ada yang mengganggunya.”

“Makhluk-makhluk itu?”

Mina hanya menjawabnya dengan anggukan singkat dan sibuk menyapa teman-teman yang lain. Aku berpikir sejenak sebelum duduk di samping Jin. Kadang-kadang aku merasa tidak nyaman berada di dekat anak ini. Kami sudah sekelas selama hampir dua tahun. Selama itu juga kami hampir tidak pernah berbicara. Dunia pergaulan kami seperti langit dan bumi. Ia termasuk murid bermasalah di kelas yang rutin keluar masuk kantor kepala sekolah karena kasus perkelahian. tapi sudah tidak ada lagi kursi kosong selain di sampingnya, jadi aku terpaksa duduk di sebelahnya.

Aku melihat Suga melirikku sekilas karena memilih duduk di samping Jin. Aku hanya mengangkat bahu tak acuh. Jin menggeser posisi duduknya agar memberi lebih banyak tempat kosong bagiku.

“Eun Soo, kau harus ikut!”

Aku mengangkat kepala mendengar suara Kyung Soo. Aku hanya menatapnya bingung.

“Apa kau sudah lupa tradisi kita?” Kyung Soo berusaha memberi petunjuk.

“Tradisi?”

“Ya!” Mina mulai kelihatan tidak sabar melihat reaksiku. “Masa orientasi untuk anak baru itu.”

“Anak baru? Hyejin?” Tanyaku memastikan. Tiga hari yang lalu memang ada seorang siswa pindahan ke kelasku.

“Aku tidak mau ikut.” Tolakku mentah-mentah. Masa orientasi katanya? Itu hanya alasan untuk memuaskan kesenangannya terhadap cerita misteri di sekolah ini.

“Dasar penakut.” Ejek Mina.

Aku hanya melengos, sudah kebal dengan ejekan seperti itu. Lagipula itu jauh lebih baik daripada aku harus mengiyakan ajakan Kyung Soo untuk mengorientasi Hyejin.

“Setiap anak baru harus tahu kisah itu, terutama anak kelas kita.” Kali ini Sehun yang berusaha membujukku.

“Tidak mau! Cari saja yang lain.”

Sehun mencicit kesal. “Jin? Kau mau bergabung? Kau belum pernah mengikutinya kan?” Kali ini sasarannya adalah Jin. Aku yakin Jin cukup rasional untuk menolak ide gila Sehun. Karena penasaran terhadap reaksi si tukang kelahi Jin, aku sampai repot-repot memalingkan wajah ke arahnya dan kulihat ia seperti meminta persetujuan Suga, partner in crime-nya.

“Aku terserah Suga saja.” Putus Jin.

Tanpa sadar aku memonyongkan bibir karena mendengar jawaban Jin.

“Suga? Kau mau bergabung bersama kami juga?” Kali ini Mina yang bertanya heboh. Ia menyukai Suga, sangat menyukainya. Melakukan sesuatu bersama-sama Suga tentu selalu membuatnya heboh.

Suga tampak berpikir. Sepertinya tadi ia sempat melihatku memonyongkan bibir saat mendengar jawaban Jin karena sekarang ia tengah menatapku lucu. “kelihatannya menarik.”

Tepat saat Suga mengiyakan ajakan gila Kyung Soo untuk mengorientasi Hyejin aku tersedak. Itu artinya hanya aku yang tidak setuju di sini. Tidak apa-apa, toh selama ini juga hanya kami minus Jin dan Suga yang menjalankan tradisi bodoh itu. Walaupun aku tidak ikut, mereka sudah mendapatkan dua anggota baru. Jadi ada atau tidaknya aku sama sekali tidak berpengaruh apa-apa.

“Eun Soo?” Kyung Soo mencoba peruntungannya lagi.

Sirheo.” Jawabku cepat.

Kali ini semuanya diam, tidak ada yang memaksaku lagi. Seharusnya aku sedikit peka bahwa diamnya Kyung Soo, Sehun dan Mina bukan berarti mereka menerima keputusanku.

Aku hampir menangis saat tidak bisa menemukan ponsel milikku. Seingatku aku tidak membuatnya dalam mode silent tapi sama sekali tidak terdengar nada deringnya ketika aku mencoba menghubunginya menggunakan ponsel Mina.

“Ya! Pasti kau yang sengaja menyembunyikannya!” Aku menuduh Kyung Soo yang memang aku yakini adalah pelakunya karena ia tidak rela aku absen dari tradisi konyolnya.

“Buktikan saja.” Ia mengangkat kedua tangan ke atas seolah memberi akses bagiku untuk menggeledahnya.

Aku bertambah panik saat siswa-siswa di kelas sudah hampir pulang semua. Aku melihat Mina yang sedang merayu Hyejin agar tetap bersama mereka. Karena lelah, aku duduk asal di samping Jin yang sedang sibuk dengan komiknya.

“Kau pulang saja. Kalau kami menemukan ponselmu, kami akan mengembalikannya.” Tiba-tiba Jin berbicara padaku, tapi tatapannya sama sekali tidak terlepas dari komik yang sedang dibacanya.

“Apa kau tahu betapa pentingnya ponselku?” Aku menggeram kesal.

“Sepenting untuk memperbaharui status?” Ada nada meremehkan dalam kalimatnya. “Atau sepenting untuk menghubungi kekasihmu?”

“Terserah padamu sajalah.”

Aku bisa melihat Suga yang duduk di samping Jin tertawa. Aku menatapnya tidak suka dan dia langsung pura-pura tidak melihatku. Dua orang ini memang sama menyebalkannya. Aku terlonjak ketika mendengar suara pintu ditutup.

“Ya! Sudah kubilang aku tidak akan ikut!” Teriakku panik.

“Kalau begitu pulanglah.” Jawab Kyung Soo santai.

“Kembalikan dulu ponselku.” Rengekku. Lagi-lagi aku mendengar Suga tertawa kecil.

“Aku tidak memilikinya.” Kyung Soo masih berkilah.

Setengah berlari aku menuju ke arah Kyung Soo, menggeledah kantung blazzer dan tasnya. Hasilnya nihil. Aku benar-benar akan menangis sampai suara menyebalkan Jin lagi-lagi terdengar.

“Meskipun kau menemukan ponselmu, apa kau akan pulang? Sekarang sudah hampir pukul 07.00 malam.”

Aku menoleh dan mendapati ponselku di tangan Jin. Kali ini Suga sudah tidak menahan tawanya lagi.

“Kau tahu? Ketika kau panik kau terlihat sangat konyol.” Ujar suga di tengah-tengah tawanya.

Sejak kapan Suga dan Jin menjadi komplotan Kyung Soo, Sehun dan Mina. Aku tidak pernah berpikir tidak menyukai mereka meskipun sering terlibat perkelahian, tapi kali ini aku benar-benar tidak menyukai kedua orang ini. Kemudian aku mendengar suara pintu dikunci.

“Sebaiknya kau duduk di sebelahku.” Jin menarik dua kursi ke tengah ruangan disusul oleh yang lainnya dan membentuk lingkaran. Aku masih diam di tempat. Sepertinya tidak ada yang mempedulikan pemberontakanku. Sesungguhnya alasanku tidak mau mengikuti tradisi ini bukan karena ini permainan konyol, hanya saja aku terlalu penakut untuk mengikutinya lagi.

Jin menepuk-nepuk kursi kosong di sebelahnya yang sengaja ia persiapkan untukku. Duduk di samping Jin memang jauh lebih menguntungkan daripada duduk di samping Mina yang terkadang tidak bisa mengontrol teriakannya sehingga membuatku ikut histeris. Kyung Soo dan Sehun sudah pasti sudah punya banyak rencana untuk menakutiku. Jin dan Suga juga belum tentu bersih, mengingat mereka juga menjadi bagian skenario Kyung Soo untuk menahanku di kelas dengan menyembunyikan ponselku.

“Kau akan aman di sampingku. Aku tidak akan menakut-nakutimu.” Jin sepertinya mengerti kekhawatiranku. Aku masih tidak percaya. Mina yang paling dekat denganku saja belum tentu bisa dipercaya, apalagi bocah berandalan bernama Jin ini.

“Ayolah.” Suga memaksa. Aku melihat Mina sudah duduk manis di samping Suga. Aku bisa melihat dengan jelas skenario licik di kepalanya ketika lampu dipadamkan. Ia akan bebas memeluk Suga dan sedikit berimprovisasi dengan berteriak-teriak panik.

Aku menuju Jin dengan kesal. Jika ia menipuku aku berani bersumpah akan mendatangi Chanyeol dan memintanya untuk menyantet Jin. Jin menggeser kursi untuk mempermudahku. Aku menatapnya curiga dan ia hanya tersenyum kepadaku. Kurasa ia serius dengan mengatakan bahwa aku akan aman jika duduk di sampingnya.

Kami semua berjumlah tujuh orang. Dengan menggabungkan tiga buah meja kami sudah duduk berderet membentuk huruf O. Aku duduk di antara Jin dan Hyejin dan berhadapan dengan Mina yang tampak sudah tidak sabar agar lampu segera dipadamkan. Kyung Soo dan Sehun duduk berhadap-hadapan dan menyisakan sebuah tempat kosong di antara mereka.

“Perasaanku mulai tidak enak.” Tiba-tiba Hyejin berbisik padaku. Aku mendelik dan langsung memasang wajah sok menenangkan agar tidak membuatnya panik karena sejujurnya sejak tadi aku sudah merasa tidak tenang.

“Tidak apa-apa, Kyung Soo dan Sehun bisa diandalkan.” Bohongku. Lagipula kenapa dia baru merasakannya sekarang sedangkan daritadi ia melihat dengan jelas betapa gigihnya perjuanganku agar tidak mengikuti tradisi ini.

“Kau pasti akan menyukainya.” Imbuh Mina. Aku melengos karena tahu itu adalah sebuah kebohongan. Satu-satunya yang akan menyukainya hanyalah Sehun dan Kyung Soo. Kalaupun Mina menyukainya, mungkin yang lebih tepatnya adalah ia menyukainya karena ada Suga di sebelahnya.

“Kalian siap?” Tanya Kyung Soo setelah lilin menyala.

Aku, Jin dan Hyejin tidak menjawab, hanya terdengar teriakan Sehun, Mina dan Suga yang begitu bersemangat.

Kyung Soo berjalan menuju saklar untuk mematikan lampu di dalam kelas, refleks aku berteriak panik.

“Tunggu dulu!” Teriakku tiba-tiba. “Kita hanya akan menceritakannya kan?”

Kyung Soo mengangguk.

“Tidak akan berusaha membuktikannya?”

Kyung Soo mengangguk lagi.

“Membuktikan apa?” Tanya Hyejin

“Membuktikan keberadaannya.” Tepat setelah Kyung Soo mengatakan hal itu, lampu padam.

Saat ini satu-satunya penerangan kami adalah sebuah lilin kecil yang berada di meja Kyung Soo. Aku ingat setahun yang lalu aku juga pernah melakukan hal ini. Memberikan perkenalan tentang sejarah sekolah ini kepada seorang anak baru yang sekarang kelasnya terpisah dengan kami. Seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena aku sudah tahu urutannya, tapi entah mengapa kali ini aku benar-benar merasa takut. Bisa jadi karena ada Jin di sebelahku, entahlah. Tapi aku benar-benar merasa tidak tenang. Aku menyentuh lengan Jin untuk memastikan bahwa ia masih berada di sampingku.

“Aku masih di sini.” Jawab Jin kasual. Sudah ciri khasnya terlalu santai dalam menghadapi sesuatu, dan itu selalu membuatku kesal.

“Kalau kau takut kau bisa memegang tanganku.” Lagi-lagi dengan nada kasual. Seolah kami sudah terbiasa melakukannya, seolah kami sudah sangat dekat antara satu sama lain. Aku harap tidak ada yang mendengar ucapan Jin barusan.

“Benar, kalau kau takut kau bisa memegang Jin.” Itu suara Suga. Aku mendengus. Sepertinya aku benar-benar akan meminta Chanyeol untuk menyantet kedua orang ini.

“Baiklah, kita mulai dari Hyejin.” Tiba-tiba Sehun bersuara.

“Aku?” Hyejin terdengar ragu.

“Sebagai anak baru, kau harus memperkenalkan dirimu terlebih dahulu.” Mina memberitahu.

“Ahh, baiklah. Namaku adalah Song Hyejin. Aku pindahan dari SMA di desa.”

Oh, aku baru tahu gadis ini adalah gadis desa.

“Alasanmu pindah ke sekolah ini?” Tanya Suga penasaran.

“Aku rasa pendidikan di kota lebih baik dari di desa.”

Aku mengangguk mengiyakan, meskipun tidak ada yang bisa melihatnya.

“Baiklah, dari sebelah kananmu ada Eun Soo, Jin, aku, Kyung Soo, Suga dan yang terakhir Mina.” Sehun memperkenalkan kami. “Sudah tradisi di sini, semua siswa harus mengetahui legenda sekolah ini. Karena kau anak baru, untuk itu hari ini kita berkumpul di sini untuk menceritakannya kepadamu.”

Aku memonyongkan bibir saat mendengar ucapan Sehun. “Berkumpul di sini untuk menceritakannya kepadamu.” Aku mengulang kata-kata Sehun pelan dengan nada mengejek.

Ada jeda yang cukup lama sampai suara Sehun terdengar lagi.

“Ada mitos yang mengatakan bahwa kau tidak boleh berkeliaran di koridor ketika pukul 07.00 malam, terutama di lantai dua.”

Aku merasakan tangan Hyejin menyentuh lenganku, dan aku segera meraihnya untuk membuatnya tenang.

“Kau tahu alasannya kenapa?” Tanya Sehun sambil merendahkan nada suaranya agar membuat suasana semakin mencekam. “Karena itu adalah waktu milik-nya.”

“Milik-nya?” Tanya Hyejin penasaran.

“Ya. Milik dia.”

Hyejin menegang. Meskipun sudah berkali-kali mendengar cerita itu tapi mendengarnya dalam keadaan remang-remang seperti ini tetap saja terdengar menyeramkan.

“Sudah bukan rahasia umum lagi bagi setiap siswa yang sedang mempersiapkan dirinya masuk universitas dipaksa belajar sampai malam bahkan sampai mengikuti kelas khusus. Dia adalah sang juara. Tidak pernah ada yang bisa mengalahkannya. Tidak pernah mengalami penurunan apalagi terkalahkan. Ia selalu menjadi sang juara. Hingga ketika ia akan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi, ia terlalu ditekan oleh orang tuanya. Sebagai yang selalu berhasil, ia tidak diizinkan gagal walaupun hanya sekali.” Sehun menghela napas. Aku dan Hyejin tanpa sadar berpelukan.

Sehun belum melanjutkan ceritanya, sengaja membuat efek seram.

“Hingga suatu malam.” Sehun lagi-lagi berhenti bicara. “Ia tidak pulang ke rumah. Keluarganya mengira ia menginap di sekolah untuk belajar.”

Aku bisa merasakan hembusan di leherku. “Apa itu nyata?” Bisik Jin. Sial, ternyata itu berasal dari hembusan napas Jin. Aku menyenggolnya kasar agar ia menjauh dariku. “Urband Legend.” Jawabku kesal.

“Kau tidak memegang tanganku? Kau tidak takut?” Sama sekali tidak ada nada mengejek dari suaranya, tetap kasual seperti biasa.

“Kalau pun aku takut, aku tidak akan memegang tanganmu.” Jawabku kesal.

“Kenapa?”

Aku memutar bola mata. Untuk apa aku memegang tangannya jika ada Hyejin di sebelahku. Jin menyikutku karena tidak menjawab pertanyaannya. Aku baru saja akan menjawabnya ketika terdengar suara gebrakan meja.

Braaak

Aku, Mina dan Hyejin refleks berteriak.

“Esoknya, siswa pertama yang membuka kelas sampai tidak bisa berbicara selama satu minggu karena mendapati teman sekelasnya tergantung dalam keadaan tak bernyawa. Lidahnya terjulur keluar dan matanya melotot seperti akan keluar.” Hyejin mulai menangis.

“Nyalakan lampunya Kyung Soo! nyalakan!” Perintahku tidak sabar.

Bukannya menyalakan lampu ia malah meniup lilin sehingga tidak ada lagi penerangan yang kami miliki. Rasanya aku juga akan ikut menangis.

“Kenapa kau tidak boleh berkeliaran pukul 07.00 malam di koridor?” Kali ini giliran Kyung Soo bercerita. “Karena ia memutuskan untuk melakukannya pukul 07.00 malam. Di saat semua siswa sudah pulang dan tidak ada kelas tambahan seperti hari-hari biasanya. Jika kau berjalan di koridor ia akan menuntunmu ke tempat yang bukan tujuanmu. Jika kau sedang belajar di jam tambahan dan di sebelahmu tidak ada orang, ia akan menemanimu.”

Kini aku benar-benar menangis dan menutup mataku, bermaksud menghilangkan rasa takut.

“Hentikan.”

Terdengar suara Jin. Kali ini tidak dengan nada kasual, ia malah terkesan marah. Ketika aku membuka mata, lampu sudah menyala kembali. Ternyata Jin yang menyalakan lampu. Tapi sejak kapan ia berada di sana? Bahkan aku tidak mendengarnya ketika menggeser kursi. Ia menghela napas lelah. “Hari ini kita akhiri di sini. Sudah cukup orientasinya untuk Hyejin.”

Aku menoleh dan mendapati Hyejin menangis terisak-isak. Mina? Tidak usah ditanya. Ia berhasil memeluk Suga yang tampak tidak keberatan karena ia pikir Mina memang merasa sangat ketakutan. Setahun yang lalu kami mengorientasi Kai. Dia anak laki-laki dan pemberani. Sedikit takut dengan kisah ini tapi tidak sampai menangis. Aku? Aku sama sekali tidak bisa menghibur seseorang yang sedang menangis. Aku menendang kaki Mina. Mina langsung mengerti dan berjalan memutar menghampiri Hyejin.

“Tidak apa-apa. Itu hanya sebuah legenda. Kau tidak perlu khawatir.” Mina menepuk-nepuk pundak Hyejin. Tanpa melepaskan genggaman tangannya dari tanganku, Hyejin masih terus menangis.

“Nanti kami akan mengantarkanmu sampai rumah, tenang saja.” Aku mencoba menghiburnya.”

Melihat Hyejin yang tidak berhenti menangis membuat Kyung Soo merasa sedikit bersalah. “Ya, kau tidak perlu khawatir. Kita akan berjalan bersama-sama melewati koridor sehingga ia tidak akan menuntunmu.” Ternyata Kyung Soo sama sekali tidak merasa bersalah.

“Kyung Soo!” Cercahku.

“Apakah ceritanya begitu menyeramkan? Kau bahkan tidak menangis.” Ejek Kyung Soo.

“Ini yang pertama baginya.”

“Oh iya, aku ingat. Waktu pertama kali mendengar cerita ini kau juga menangis dan terus memegangi ujung kemejaku sepanjang perjalanan.” Kyung Soo terkekeh. Ada apa dengan bocah ini? Kenapa ia menjadi begitu menyebalkan.

“Kita pulang sekarang.” Jin mengambil keputusan. Aku dan Mina segera menyetujuinya. Kami membantu Hyejin berdiri dan berjalan keluar kelas. Kyung Soo dan Sehun hanya mendesah kecewa dan berjalan paling depan. Setelah kami ke luar kelas, Jin berjalan tepat di sampingku dan Suga di belakang Hyejin untuk berjaga-jaga. Setidaknya Suga dan Jin jauh lebih bertanggung jawab daripada Kyung Soo dan Sehun yang sama sekali tidak mempedulikan Hyejin. Oh, aku lupa. Tangisan Hyejin adalah bukti keberhasilan mereka.

“Kau takut?” Tanya Jin pelan.

Aku hanya mengangguk tanpa menoleh ke arahnya. Tiba-tiba aku merasakan genggaman di telapak tanganku. Karena kaget refleks aku menyentaknya. Ternyata Jin, ia menggenggam tanganku. “Jangan dilepas, kau bisa tertinggal nanti dan aku rasa kau akan lebih senang jika aku yang menuntunmu dibandingkan dia.” Ujar Jin sambil menggenggam tanganku lagi. Nada bicaranya kembali kasual. Akhirnya aku menurut saja karena saat ini Kyung Soo dan Sehun sudah jauh di depan, sedangkan aku dan Hyejin masih saling berpegangan tangan.

Kami berjalan tanpa suara di sepanjang koridor lantai dua. Tidak ada yang bersuara, semuanya terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing.

“Ahh, dompetku tertinggal di kelas!” Teriak Mina panik sambil merogoh saku seragamnya.

“Kau ini kenapa ceroboh sekali sih.” Aku memarahinya. “Besok saja diambilnya. Kau datang pagi-pagi sebelum siswa lainnya datang.”

“Aku tidak punya ongkos pulang.”

“Aku yang bayar.”

“Aku harus mengambil laundry dulu sebelum pulang, dan bukti pembayarannya ada di dompet. Ibuku bisa marah kalau aku tidak mengambilnya malam ini.”

Aku mendesah. Aku tidak akan mau kembali ke kelas lagi.

“Hyejin, kau temani aku!” Mina menarik tangan Hyejin tanpa ijin sehingga membuat aku tersentak.

“Eh.” Aku berusaha mencegahnya. Meminta Hyejin yang penakut untuk menemaninya?

“Aku ikut.” Kyung Soo berbalik dan menyusul Mina. “Kalian pergi saja duluan. Tunggu kami di bawah.”

“Ayo.” Jin menarik tanganku.

“Apa tidak apa-apa meninggalkan mereka bertiga? Apa tidak sebaiknya kita tunggu saja?” Aku meminta pendapat Sehun.

“Sudah, biarkan saja. Ada Kyung Soo bersama mereka.” Sehun melihat jam tangannya. “Lagipula sebenarnya kita yang sedang dalam bahaya.”

Aku melihat jam tanganku juga. Pukul 06.55 malam. Sepuluh menit lagi adalah waktu bagi-nya. “Kau jangan bercanda di saat seperti ini.”
Sehun tertawa. “Kalau kau khawatir, kau saja yang menyusul mereka.”

Aku menjadi curiga pada Sehun. “Kalian tidak merencanakan sesuatu pada Hyejin kan?”

Sehun mengibas-ngibaskan tangan. “Nona Heo, kau terlalu berburuk sangka pada kami. Sesuai perjanjian kami tidak akan membuktikannya, hanya sekedar menceritakan agar ia tidak menjadi satu-satunya yang tidak mengetahui tentang kisah-nya.” Sehun kembali melanjutkan langkahnya.

Aku melirik Jin. Jin hanya mengangkat bahu. “Ayo! Sehun benar.”

Aku pun menyerah dan berharap cerita tentang dompet Mina yang tertinggal bukan karangan belaka.

“Ngomong-ngomong namamu juga cocok jika bermarga Kim.” Tiba-tiba Jin berkata pelan. Aku mengabaikannya. Kim? Kenapa harus Kim? “Nona Kim.” Imbuh Jin.

Tiba-tiba lampu di koridor padam. Aku refleks berteriak dan memeluk lengan Jin. “Sehun!” Aku berteriak panik. Tidak ada jawaban dari Sehun. “Sehun!” Panggilku lagi.

“Ya, aku di sini.” Akhirnya Sehun menjawab. Mendengar suara Sehun membuatku merasa sangat lega. “Jin?” Aku bertanya lirih.

“Ya, aku juga di sini.”

“Ayo, sebaiknya kita segera melanjutkan perjalanan.” Jin menerangi koridor dengan cahaya dari ponselnya. Suga mengambil ponsel dan melakukan hal yang sama dengan Jin.

“Apa kita tidak perlu menyusul mereka?” Tanya Suga.

“Tidak Usah.” Sehun mulai kesal karena terus-terusan ditanyai hal yang sama.

Kami pun berjalan lagi. Sesekali aku menyembunyikan wajah di balik lengan Jin karena terlalu seram melihat keadaan koridor yang begitu gelap.

“Hati-hati, jangan sampai terjatuh di tangga.” Suga memperingati. Kami sudah sampai di tangga dan sebentar lagi akan sampai di lantai satu.

“Perhatikan langkahmu.” Nasehat Jin.

“Arggggh!” Itu teriakan Sehun.

Tiba-tiba semuanya gelap. “Jin?” Aku mulai menangis.

“Tetap berpegangan padaku.” Jin setengah berteriak. “Sial, baterainya habis.” Umpat Jin sambil mengotak-atik ponselnya.

“Sehun? Kau baik-baik saja?” Tidak ada yang menjawab. “Suga?”

“Baterai ponselku juga habis.” Ujar Suga putus asa.

Baru saja aku akan mengambil ponsel dari saku, seseorang menarik Jin paksa sehingga tangan kami terlepas. Kemudian aku terhuyung-huyung jatuh di tangga. Sepertinya dia sedang menuntun kami.

Sebelum aku sempat mencium dasar tangga, seseorang menahan tubuhku sehingga aku tidak terjatuh dan dengan cepat menarikku. Sebelum sempat aku melakukan perlawanan ia berlari sehingga membuatku terpaksa berlari mengikutinya. Satu-satunya yang bisa aku dengar hanyalah suara deru napas kami berdua dan langkah kaki kami. Dengan gerakan cepat ia membuka pintu sebuah ruangan dan menguncinya.

“Kita harus segera ke luar dari sini.”

Aku seperti mengenal suara ini. Sebuah cahaya senter akhirnya menerangi kami berdua. Park Chanyeol. “Kita harus tetap berada di sini sampai dia selesai. Itu satu-satunya cara agar kita bisa selamat.”

Aku masih belum bisa membaca keadaan. Dia? Apakah dia yang ia maksud adalah dia yang menjadi bahan pembicaraan kami malam ini. Tidak, itu hanya legenda.

“Eun Soo.” Chanyeol menghela napas. “Kalian telah membangunkannya.” Ujar Chanyeol pelan.

Sebelum aku berteriak, Chanyeol buru-buru menutup mulutku dengan tangannya. “Jangan berisik. Kalau dia sampai mengetahui keberadaan kita, kita juga akan menjadi sasarannya.”

“Anio! Kau pasti hanya berusaha menakut-nakuti!” Aku menghempaskan tangannya.

“Kau pikir untuk apa aku bersusah payah datang ke sini kalau bukan untuk menolongmu?”

“Bagaimana dengan teman-temanku? Mina? Hyejin? Mereka ada di kelas, mengambil dompet Mina yang tertinggal. Kita mungkin masih bisa menolong mereka.” Aku terisak. Aku sama sekali tidak bisa berpikir jernih. Aku masih bingung apakah aku harus mempercayai perkataan Chanyeol yang datang tiba-tiba atau mencari teman-temanku. Tapi mengingat kejadian di koridor barusan membuatku yakin kalau kami dalam bahaya.

“Kita tunggu sampai dia selesai.”

Dia selesai apa? Selesai membunuh teman-temanku?” Aku menjadi marah. “Tidak! Aku harus menemukan mereka!” Aku berusaha bangkit namun Chanyeol segera menahanku. Chanyeol tampak jengah dan mengacak-acak rambutnya. “Baiklah, kita pikirkan jalan keluarnya, tapi kau harus tenang dulu.”

“Tidak ada waktu berpikir Park Chanyeol!”

“Kau tidak mau mati sebelum menyelamatkan mereka kan?” Chanyeol menaikkan nada suaranya. “Tenanglah, kita akan mengatasinya.”

Aku terduduk lemas. Tiba-tiba seperti kaset yang diputar aku membayangkan wajah teman-temanku. Tawa riang Mina, sikap tidak mau kalah Kyung Soo dan Sehun, si jahil Suga dan ketenangan yang diberikan Jin melalui genggaman tangannya. Mengingat semua itu membuatku semakin kacau. Air mataku mengalir deras. Bagaimana kalau aku tidak bisa melihat tawa Mina lagi? Bagaimana kalau aku tidak bisa berdebat dengan Kyung Soo dan Sehun lagi? Bagaimana kalau aku tidak ditertawai Suga lagi? Bagaimana bisa aku melepaskan tangan Jin saat dia selalu melarangku untuk melepaskannya? Bagaimana kalau aku tidak bisa bertemu teman-temanku lagi? Bagaimana kalau kami tidak pulang bersama-sama?

“Maaf kalau waktu itu kau tersinggung. Aku sama sekali tidak bermaksud. Aku hanya ketakutan.” Ujar Chanyeol lirih.

Aku menoleh pada Chanyeol.

“Saat aku menyentuhmu, aku melihat kejadian malam ini.”

Aku mulai mengerti kemana arah pembicaraan Chanyeol. Kekuatan yang ia miliki. Keanehan yang selama ini dibicarakan orang-orang.

“Bukankah kau bisa berkomunikasi dengan orang mati? Kenapa kau tidak bicara pada dia dan memintanya untuk tidak menyakiti teman-temanku?” Lagi-lagi aku menangis.

“Aku bisa melihat kemalangan yang akan menimpa seseorang ketika menyentuhnya.”

Hening.

Jadi ketika Chanyeol menyentuhku ia melihat peristiwa malam ini.

“Apa yang terjadi selanjutnya? Apakah kita bisa pulang bersama-sama malam ini?

Chanyeol diam. Sepertinya ia tidak mau memberitahuku. Tapi siapa dia? Dia bukan Tuhan. Jika aku berusaha mencari jalan keluarnya pasti masih ada yang bisa diubah dari kemalangan yang dilihatnya ketika bersentuhan denganku.

“Lantas, kenapa kau ikut membahayakan dirimu juga?”

Chanyeol masih diam. “Karena aku juga ingin menyelamatkan teman-temanku.”

Aku semakin merasa bersalah. Seseorang yang selama ini selalu kami gungjingkan di belakang ternyata masih mempedulikan kami. Masih menganggap kami temannya sedangkan kami tidak pernah sekalipun menganggap keberadaannya.

“Maaf.” Kataku tulus.

Chanyeol terkekeh. “Tidak ada yang perlu dimaafkan, aku yakin kalian sama sekali tidak bermaksud menyakiti perasaanku.” Chanyeol mengatakannya dengan begitu tulus. Tanpa ada kemarahan dalam nada bicaranya. Chanyeol yang aneh hari ini berusaha menyelamatkan orang-orang yang selama ini mengatainya dengan julukan aneh. Kini aku merasa aku lah sesungguhnya orang aneh itu.

Keheningan kami diusik oleh teriakan dari lantai atas. Aku dan Chanyeol saling bertatapan. “Buka sepatumu supaya suara langkah kita tidak terdengar.” Chanyeol bergerak cepat, segera melepas sepatunya, aku pun segera melakukan hal yang sama.

Dengan langkah hati-hati kami berjalan menuju lantai dua. Ketika mendekati tangga aku merasa sesuatu yang basah dan lengket mengenai kaos kakiku. Aku mengarahkan senter yang dibawa Chanyeol ke kakiku dan mendapati bahwa aku berada tepat di depan kepala Sehun yang terkapar di lantai dan berlumuran darah. Aku menahan diri agar tidak muntah. Kedua bola mata Sehun tidak ada. Dia benar-benar ada. Chanyeol buru-buru merangkulku sebelum jatuh pingsan. “Kita pasti bisa menemukan yang lain.” Chanyeol berusaha menghibur. “menemukan yang lain? Ya, tentu kita bisa. Tapi bagaimana dengan nyawa mereka setelah ditemukan?” Gumamku di dalam hati.

Aku melangkah lebih pelan, takut jika menendang kepala Jin atau Suga di tangga jika mereka juga bernasib sama dengan Sehun. Kini kami sudah berada di lantai dua.

“Sekarang kita ke kelas. Mencari Mina dan yang lainnya.”

Chanyeol menahanku saat diambang pintu. Ya Tuhan. Aku benar-benar tidak bisa melihat tawa Mina dan berdebat dengan Kyung Soo lagi. Aku melihat dia yang sedang mencongkel mata Kyung Soo dan Mina yang sudah tergeletak tak bernyawa di sampingnya. Chanyeol menarikku untuk bersembunyi di kelas sebelah.

“Kita masih bisa menemukan Hyejin, Jin dan Suga.”

“Kenapa dia melakukannya? Kenapa? Bukan kita yang menyebabkannya bunuh diri, tapi kenapa?” Aku mulai meracau, rasanya aku mulai tidak waras.

Setelah cukup lama bersembunyi kami kembali ke kelas, memastikan bahwa dia sudah pergi. Kami berkeliling di dalam, mencari Hyejin. Terdengar suara gedoran di lemari perlengkapan di belakang. Tanpa pikir panjang aku segera berlari dan membukanya. Hyejin. Aku yakin Mina dan Kyung Soo mengurung Hyejin di lemari ini. Lemari di mana kursi dia disimpan. Aku segera memeluk Hyejin dan memintanya tidak berteriak karena bisa menarik perhatian dia.

Tiba-tiba Chanyeol menarikku paksa. “Berbaur dengan Kyung Soo dan Mina. Lumuri tubuh kalian dengan darah dan jangan membuka mata sampai aku menyuruhnya. Cepat! dia datang!”

Aku segera mengambil posisi di samping Kyung Soo. Aku hampir saja berteriak histeris saat melumuri seragam dan tubuhku dengan darah temanku sendiri. Tapi aku harus bergerak cepat. Jika kami selamat masih ada kemungkinan Jin dan Suga juga masih bisa diselamatkan.
Aku menutup mataku rapat-rapat. Terdengar langkah kaki yang diseret. Dia terus berkata pelan satu, dua, satu, dua dan terus mengulangnya. Suara itu semakin dekat dan dia kini berbisik tepat di telingaku. Satu, dua, satu, dua. Aku berusaha menahan diri agar tidak membuka mata. Lama-lama suara itu menjauh dan akhirnya tidak terdengar lagi. Chanyeol sama sekali tidak memberikan aba-aba untuk membuka mata. Aku mulai panik kalau Chanyeol telah tewas, tapi ini juga terlalu sepi jika dia telah membunuh salah satu dari kami. Seharusnya ada yang berteriak. Karena terlalu sepi aku memberanikan membuka mata dan tepat saat itu dia berada hanya beberapa senti dari wajahku. Matanya merah dan penuh kebencian. Dia menatapku tajam.

“Eun Soo!” Aku mendengar teriakan Jin. Ia berlari di belakang dia. Tapi dia sama sekali tidak melepaskan pandangannya dariku. Aku bisa melihat luka di kepala Jin, aku rasa ia terjatuh dari tangga, tapi ia tidak bersama Suga. Tepat ketika Jin berada tepat di belakang dia, dia berbalik dan menghujam jantung Jin dengan kuku-kukunya yang tajam. Aku berusaha berteriak, tapi sama sekali tidak ada suara yang berhasil aku keluarkan.

“Eun Soo, ayo!” Chanyeol menarikku.

Aku melihat dia mencongkel kedua mata Jin sambil berdesis satu, dua, satu, dua. Chanyeol terus menyeretku yang sudah tidak sanggup lagi berlari bahkan untuk sekedar menopang tubuhku.

Bruuk

Aku melihat Hyejin tersandung dan jatuh berguling-guling di tangga saat aku dan Chanyeol sudah sampai di lantai satu.

“Hyejin.” Ujarku pelan bahkan hampir tidak terdengar sambil menarik lengan Chanyeol agar menghentikan langkahnya.

“Biarkan saja. Siang itu aku melihat dengan jelas bahwa malam ini hanya aku dan kau yang pulang bersama-sama.”

Tawa Mina, perdebatan bersama Sehun dan Kyung Soo, kehangatan genggaman Jin semuanya berputar-putar di ingatanku. Malam ini aku hanya akan pulang bersama Chanyeol.

Hanya berdua.

“Keadaan Eun Soo semakin memburuk. Ia terus memanggil nama teman-temannya.”

“Sepulang sekolah Chanyeol akan datang ke sana.”

“Cepatlah datang nak, bibi benar-benar mengkhawatirkan keadaan Eun Soo. Bahkan dokternya sudah hampir menyerah.”

“Tentu, aku pasti akan segera datang.” Chanyeol menutup telepon dan menghela napas sedih.

Di kamar, Eun Soo terus berdiri di dekat jendela sambil memanggil-manggil Mina, Kyung Soo, Sehun, Jin, Suga dan Hyejin. Kadang-kadang ia tertawa sendiri, kemudian menangis dan berteriak-teriak. Ia terus berusaha menelepon Mina, jika telepon tidak diangkat ia akan membanting ponsel ke kasur, memungutnya lagi dan mencoba menelepon lagi, dan begitu seterusnya.

Eun Soo menoleh saat mendengar suara dia berkata satu, dua, satu dua. Dia mendekati Eun Soo, terus mendekat dan menghujam jantung Eun Soo dengan kuku-kuku tajamnya. Sama seperti yang lain, ia mencongkel kedua bola mata Eun Soo, memakannya dan mencampakkan tubuh Eun Soo yang sudah tidak bernyawa ke sudut kamar.

Satu, dua, satu, dua.

FIN

Wed, 2014 March 26th (18:36)